Kamis, 08 April 2010

tangisan Nisa

Suara riuh para pelayat dan bacaan tahlil membuat air mata Nisa tak bisa di bendung,waktu itu dia baru duduk di kelas 2 SMP,sedangkan adiknya kelas 4 SD,yang belum tahu harus menangis atau bermain di antara para pelayat,berbeda dengan Nisa yang tidak bisa menerima kenyataan kalau ibunya sudah di panggil Yang Maha Kuasa.Dia tidak percaya ibunya secepat itu pergi,karena kanker paru-paru yang di derita nya,dia menganggap ini tidak adil buat nya,saat dia beranjak remaja,butuh curhat,dan lain-lain.
Berkali-kali dia pingsan,matanya merah,sembab karena kebanyakan menangis.
"udah,nak...ikhlasin ibu,kita semua yang bernyawa pasti kembali ke pangkuan-Nya."kata ayah nya,namun setelah berkata begitu ayah nya yang memeluk kedua buah hatinya terlihat sangat sedih sampai-sampai para kerabat serentak bilang "Pak Adam....bapak harus kuat dan ajak anak-anak pergi ke makam untuk mendoakan dan melihat ibu mereka untuk yang terakhir kalinya,jenazah sudah mau di berangkatkan."
"baik..." jawab pak Adam singkat.
Sepanjang perjalanan Nisa sebagai anak pertama di tuntut untuk berjalan di depan jenazah dan tidak boleh meneteskan air mata.Sesampai di pemakaman hingga akhir Nisa nampak tegar dan ikhlas mendoakan almarhumah ibunya bersama Ustadz dan para pelayat,untaian mawar melati dan kenanga menutupi gundukan tanah merah itu,Nisa bersimpuh dan berkata "Bunda...selamat jalan,Nisa sayang bunda..."melihat itu keluarga nya langsung mengajak nya pulang sebelum Nisa menangis. Suasana rumah masih ramai para tetangga berkumpul memberi
dukungan.Tak lama kemudian wali kelas dan guru Nisa datang,setelah menyalami guru nya Nisa masih nampak tegar,namun ketegaran itu cuma di depan guru nya saja,setelah guru nya pulang tangisan nya kembali pecah,dan terus-terusan bertanya
"kenapa Tuhan,..kenapa...?!." sampai tahlilan selesai Nisa masih menangis dan tidak mau makan,sampai dia di suntik obat penenang.
Tiga hari sudah Nisa menangis,dokter Andri yang merawat ibunya pun mencoba menghibur nya "Nisa...kamu gak bisa kayak gini terus,nanti kamu bisa sakit,katanya kamu gak mau nyusahin orang lain,tapi..."
"TAPI APA DOK...?! Nisa memotong kata2 dokter.
"Tuhan sayang sama kamu Nis,..kamu tau kan orang yang sabar dan ikhlas akan mendapatkan sesuatu yg lebih." tutur kata dokter Andri membuatnya berhenti menangis.
"tapi nanti saya harus bagaimana dok..?!"
"semua udah di tulis sama Tuhan waktu kita di lahirkan,jadi jangan takut,Tuhan gak akan membiarkan makhluk-Nya sengsara,kamu gak sendirian,survive nak,di depan masih panjang jalan buat kamu..."nasehat dan senyuman dokter Andri membuat Nisa sadar.
"sekarang kamu makan,lalu sholat do'ain bunda biar tenang di sana."
"iya..."jawab Nisa pendek.
Selesai makan dan sholat dalam hati Nisa berkata "iya,aku gak boleh cengeng tuhan sayang sama aku,ikutin aja arus kehidupan tapi jangan sampai hanyut."
Setelah seminggu kepergian bunda nya kehidupan Nisa berubah,kini tidak ada lagi yg membangunkan nya,teriak-teriak nyuruh makan,dia harus mandiri dan di tuntut mandiri.
"Kamu bisa Nisa" iya,Nisa harus jd cewe yang
tegar di depan ade nya yang masih kecil.
Pak Adam pun berusaha tegar di depan anak-anaknya,meskipun setiap malam di setiap tahajudnya pak Adam menangis dan selalu berdo'a supaya kelak anak-anaknya tidak salah jalan meski kefakiran menyelimuti mereka.
Setahun kemudian pak Adam menikah lagi,namun ibu yang di bawa tidak sesuai dengan yang Nisa dan ade nya harapkan,ibu tiri nya bener-bener seperti ibu tiri di dongeng-dongeng.
Nisa memilih pergi dan bekerja di luar kota,sedangkan ade nya di asuh nenek nya.
"Semoga rahmat dari Allah,keberuntungan selalu berpihak pada kami,amin." do'a Nisa di sebuah mushola sebelum meninggalkan desanya.




-TAMAT-